Selasa, 14 Oktober 2014

PT Freeport Indonesia Diminta Aktifkan Papuan Affairs Department

PT Freeport Indonesia Diminta Aktifkan Papuan Affairs Department

Tampak Bupati Mimika Eltinus Omaleng, SE saat menemui pekerja dan menyampaikan arahan kepada para pekerja masyarakat tujuh suku tanggal 8 Oktober 2014, tepatnya samping warehouse RCBK, Ridge Camp, mile 72, Distrik Tembagapura.  (Jubi/Istimewa)
Tampak Bupati Mimika Eltinus Omaleng, SE saat menemui pekerja dan menyampaikan arahan kepada para pekerja masyarakat tujuh suku tanggal 8 Oktober 2014, tepatnya samping warehouse RCBK, Ridge Camp, mile 72, Distrik Tembagapura. (Jubi/Istimewa)
Timika, 13/9 (Jubi) — Berbagai permasalahan yang terjadi di PT. Freeport Indonesia, khususnya yang melibatkan karyawan asli Papua, termasuk masyarakat pemilik hak ulayat, hendaknya bisa diselesaikan dengan mengaktifkan kembali Papuan Affairs Department (PAD).
Hal ini disampaikan oleh Mantan Karyawan PT. Freeport QME Department, Yohanis Semuel Nussy. Nussy menegaskan, reformasi harus segera di lakukan terhadap PAD Freeport agar bisa menjawab masalah Papua dan Pribumi dalam lingkungan PT. Freeport.
“Sebagai mantan karyawan PT. Freeport, saya menilai tidak ada wadah lain yang bisa dibuat. Karena itu karyawan tidak perlu minta macam – macam untuk wadah khusus tetapi aktifkan kembali Papuan Affairs Department,” ujar Yohanis Nussy, kepada Jubi, Senin (13/9) malam.
Menurut Nussy, ini tanggungjawab moralnya untuk menyampaikan pandangan, Karyawan harus bergairah untuk melakukan analisa karena belum ada kata terlambat.
“Untuk apa studi banding waktu itu dilakukan, hingga hadirnya PAD yang harusnya bisa membantu masalah – masalah Papua dalam lingkungan kerja PT. Freeport?” katanya.
Ditegaskan, kehadiran PAD dalam manajemen PTFI yang masih aktif hingga saat inilah yang masih belum memperlihatkan fungsi mereka sebagai corong yang kuat dalam mengangkat tiap aspirasi yang ingin disampaikan oleh para karyawan perusahaan tambang terbesar di dunia ini.
“PAD harus duduk bersama Tonggoi Papua dan SPSI dibuat seminar dan analisis. Harus memanfaatkan CSR,” tuturnya.
Sementara itu, aksi unjuk rasa pekerja tujuh suku, termasuk masyarakat pemilik hak ulayat yang melakukan aksi palang akses jalan area Ridge Camp, mile 72, Tembagapura dinilai Presiden Direktur PTFI , Rozik Boedioro Soetjipto, tidaklah tepat. Masalah urusan pekerja asli Papua, seharusnya diselesaikan oleh Departemen Urusan Orang Papua atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Papuan Affairs Department (PAD).
Menurutnya, wadah departemen guna mewakili suara orang asli Papua terutama pemilik hak ulayat di Tembagapura telah dibuat sejak tahun 2007 lalu, yakni Departemen Urusan Orang Papua atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Papuan Affairs Department (PAD).
“Sudah ada departemen yang menangani pengembangan karyawan Papua,” ujar Rozik Boedioro Soetjipto, saat dikonfirmasi, Kamis (9/10) malam. (Jubi/Eveerth)