Minggu, 16 November 2014

KPPOD dalam Berita Syarat Fiskal Pemekaran Diperketat

KPPOD dalam Berita

Syarat Fiskal Pemekaran Diperketat

Pemerintah akan memperketat syarat fiskal pembentukan daerah otonom baru melalui revisi paket Undang-Undang Otonomi Daerah, yaitu UU No.32/2004 dan UU No.33/2004.

Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan syarat fiskal yang lebih ketat itu akan masuk dalam revisi UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, syarat tersebut juga akan disinkronkan dengan revisi UU No.33/2004 tentang Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

“Rasio pendapatan asli daerah terhadap produk domestik regional bruto sebagai syarat pemekaran provinsi atau kabupaten/kota akan ditinjau ulang. Rumusannya sedang digodok Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dipimpin Mendagri dan Menkeu,” ujarnya di Jakarta, Selasa (29/4).

Chatib menekankan dengan rumus baru, yang juga berarti skor baru, diharapkan pemekaran daerah tidak lagi dilihat sekedar keinginan politik. Akan tetapi, pemekaran juga harus dilihat dari aspek ekonomi dan keuangan sehingga tujuan dari pembentukan daerah baru itu bisa tercapai.

“Jangan sampai pemekaran daerah itu menjadi sekedar mau bikin provinsi atau kabupaten-kabupaten baru. Harus dilihat juga secara ekonomi, dia punya kapasitas tidak, secara keuangan dia punya kapasitas tidak,” sambungnya.

Menkeu juga menegaskan pemerintah tidak menginginkan pemekaran daerah sebatas dilandasi oleh keinginan daerah bersangkutan untuk mendapatkan alokasi dana tambahan melalui transfer dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAU).

Pasal 5 UU No.32/2004 menyebut pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik. Syarat teknis mencakup kemampuan ekonomi, potensi, sosial budaya politik, kependudukan, luas, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Adapun, tata cara pembentukan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.78/2007. Berdasarkan beleid tersebut, faktor kemampuan keuangan diukur berdasarkan indikator jumlah pendapat sendiri (PDS), rasio PDS terhadap jumlah penduduk dan rasio PDS terhadap PDRB nonmigas.

PDS merupakan total penerimaan daerah dari PAD, bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam dan penerimaan dari bagi hasil provinsi. Penilaian untuk menentukan mampu tidaknya suatu wilayah menyelenggarakan daerah otonom dilakukan dengan sistem skor.

“Skor baru untuk menentukan apakah daya suatu daerah dapat dinyatakan sebagai provinsi atau kabupaten/kota baru inilah yang sedang dibahas DPOD,” kata Chatib tanpa merinci formula yang lebih ketat tersebut.

Pada bagian lain Chatib mengatakan pemerintah belum dapat memastikan apakah akan mengajukan draf RUU ke DPR dalam Masa Sidang IV 2013-2014 atau pada Mei 2014, sekalipun draf telah diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disusul oleh turunnya amanat presiden (ampres).

Menurutnya, pengajuan akan dilakukan ketika ada jaminan DPR akan memasukkan RUU tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2015. Dengan kondisi itu, sangat terbuka peluang pembahasan paket UU Otonomi Daerah itu dilakukan oleh pemerintah baru.

Provinsi Diperkuat
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan upaya pusat memberikan kewenangan lebih bagi provinsi untuk mengawasi tata kelola kabupaten/kota selama ini terbukti gagal menjalankan fungsi otonomi.

Hal itu disebabkan pemerintah kabupaten/kota masih membutuhkan koordinasi, pembinaan dan pengawasan dari pusat. Sementara itu, pengawasan pusat terhadap kabupaten/kota masih sangat lemah. Oleh karena itu, pemerintah provinsi dapat menjadi wakil pusat untuk mengawasi tata kelola kabupaten/kota.

“Jadi gubernur bisa menghapus peraturan daerah, memberikan sanksi atau teguran kepada walikota atau bupati. Nanti provinsi itu ada sumbangsihnya dalam otonomi daerah,” katanya.

Dari revisi paket UU Otonomi Daerah itu, katanya, pemerintah provinsi juga diberi kewenangan untuk menarik pengelolaan empat sektor usaha, di mana sebelumnya dilakukan kabupaten/kota, yaitu sektor pertambangan, sektor perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

Namun, Robert menilai langkah tersebut justru berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru. Menurutnya, sektor usaha dengan skala kecamatan lebih baik tetap menjadi kewenangan kabupaten/kota, bukan seluruhnya menjadi kewenangan provinsi.

Kewenangan kabupaten/kota seharusnya tidak dikurangi karena rendahnya kapasitas pemkab/pemkot dalam tata kelola pemerintah disebabkan pusat yang lalai dan abai membangun kabupaten/kota.

Beberapa Pokok Revisi Paket UU Otonomi Daerah:
  • Syarat fiskal pembentukan daerah otonom (provinsi, kabupaten, kota) diperketat;
  • Kewenangan provinsi dalam mengawasi pemerintah kabupaten/kota diperkuat;
  • Kewenangan kabupaten dalam sektor tambang, perkebunan, kehutanan, & perikanan dipangkas;
  • Kewenangan provinsi dalam sektor tambang, perkebunan, kehutanan, & perikanan diadakan;
  • Pengelolaan dana transfer di provinsi, kabupaten, kota dibatasi, a.l. melalui pembatasan deposito.

Syarat Lama Pembentukan Daerah Otonom Baru:
  • Hasil kajian mengenai syarat teknis, administratif, & fisik;
  • Buku kabupaten/kota terakhir untuk semua kabupaten/kota di provinsi;
  • Rencana Pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;
  • Potensi & monografi masing-masing kecamatan/profil kabupaten/kota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar