Minggu, 16 November 2014

Syarat-syarat Pembentukkan Daerah

Syarat-syarat Pembentukkan Daerah

UU NO.32 TAHUN 2004 dan PP NO.78 TAHUN 2007. By : An
Provinsi Madura
A.    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 4
1)      Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang
2)      Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
3)      Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
4)      Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5
1)      Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
2)      Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
3)      Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
4)      Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
5)      Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Pasal 6
1)      Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
2)      Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3)      Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
B.     PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PEMBENTUKAN DAERAH
Pasal 2
1)      Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
2)      Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada aya t (1), dapat berupa pembentukan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota.
3)      Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a.       pemekaran dari 1 (satu) provinsi menjadi 2 (dua) provinsi atau lebih;
b.      penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda; dan
c.       penggabungan beberapa provinsi menjadi 1 (satu) provinsi.
4)      Pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a.       pemekaran dari 1 (satu) kabupaten/kota menjadi 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih;
b.      penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda; dan
c.       penggabungan beberapa kabupaten/kota menjadi 1 (satu) kabupaten/kota.
Pasal 3
Daerah yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 10 (sepuluh) tahun bagi provinsi dan 7 (tujuh) tahun bagi kabupaten dan kota.
Pasal 4
1)      Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
2)      Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Pasal 5
1)      Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi:
a.       Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
b.      Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi;
c.       Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
d.      Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan Rekomendasi Menteri.
2)      Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:
a.       Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
b.      Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
c.       Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
d.      Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan Rekomendasi Menteri.
3)      Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.
4)      Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 6
1)      Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2)      Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
3)      Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu.
Pasal 7
Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.
Pasal 8
Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk:
a.       pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota;
b.      pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan
c.       pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan.
Pasal 9
1)      Cakupan wilayah pembentukan provinsi digambarkan dalam peta wilayah calon provinsi.
2)      Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan daftar nama kabupaten/kota dan kecamatan yang menjadi cakupan calon provinsi serta garis batas wilayah calon provinsi dan nama wilayah kabupaten/kota di provinsi lain, nama wilayah laut atau wilayah negara tetangga yang berbatasan langsung dengan calon provinsi.
3)      Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis dan dikoordinasikan oleh Menteri.
Pasal 10
1)      Cakupan wilayah pembentukan kabupaten/kota digambarkan dalam peta wilayah calon kabupaten/kota.
2)      Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan daftar nama kecamatan dan desa/kelurahan atau nama lain yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/ kota di provinsi lain, nama wilayah kecamatan di kabupaten/kota di provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah negara tetangga, yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota.
3)      Peta wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis dan dikoordinasikan oleh gubernur.
Pasal 11
1)      Dalam hal cakupan wilayah calon provinsi dan kabupaten/kota berupa kepulauan atau gugusan pulau, peta wilayah harus dilengkapi dengan daftar nama pulau.
2)      Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) harus merupakan satu kesatuan wilayah administrasi.
Pasal 12
1)      Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan DPRD provinsi untuk ibukota provinsi, dengan keputusan bupati dan keputusan DPRD kabupaten untuk ibukota kabupaten.
2)      Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk satu lokasi ibukota.
3)      Penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.
4)      Pembentukan kota yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, maka ibukota kabupaten tersebut harus dipindahkan ke lokasi lain secara bertahap paling lama 5 (lima) tahun sejak dibentuknya kota.
Pasal 13
1)      Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi bangunan dan lahan untuk kantor kepala daerah, kantor DPRD, dan kantor perangkat daerah yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2)      Bangunan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam wilayah calon daerah. Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki pemerintah daerah dengan bukti kepemilikan yang sah.
TATA CARA PEMBENTUKAN DAERAH
Pasal 14
Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a.       Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan.
b.      Keputusan DPRD kabupaten/kota berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;
c.       Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah.
d.      Keputusan masing-masing bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan kepada gubernur dengan melampirkan:
1.      Dokumen aspirasi masyarakat; dan
2.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.
e.       Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi;
f.       Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:
1.      Hasil kajian daerah;
2.      Peta wilayah calon provinsi;
3.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksu dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan
4.      Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.
Pasal 15
Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a.       Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan.
b.      Keputusan DPRD kabupaten/kota berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;
c.       Bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota;
d.      Keputusan masing-masing bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan kepada masingmasing gubernur yang bersangkutan dengan melampirkan:
1.      Dokumen aspirasi masyarakat; dan
2.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.
e.       Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi yang bersangkutan;
f.       Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, masing-masing gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:
1.      Hasil kajian daerah;
2.      Peta wilayah calon provinsi;
3.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan
4.      Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.
Pasal 16
Tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan.
b.      DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;
c.       Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah;
d.      Bupati/walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:
1.      dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;
2.      hasil kajian daerah;
3.      peta wilayah calon kabupaten/kota; dan
4.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b.
e.       Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
f.       Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada DPRD provinsi;
g.      DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota; dan
h.      Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:
1.      Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;
2.      Hasil kajian daerah;
3.      Peta wilayah calon kabupaten/kota;
4.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan
5.      Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d.
Pasal 17
Tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan.
b.      DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;
c.       Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah;
d.      Masing-masing bupati/walikota menyampaikan usulan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:
1.      Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;
2.      Hasil kajian daerah;
3.      Peta wilayah calon kabupaten/kota; dan
4.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b.
e.       Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
f.       Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada DPRD provinsi;
g.      DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota; dan
h.      Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan:
1.      dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota;
2.      hasil kajian daerah;
3.      peta wilayah calon kabupaten/kota;
4.      Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota; dan
5.      Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d dan keputusan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e.
Pasal 18
1)      Menteri melakukan penelitian terhadap usulan pembentukan provinsi atau kabupaten/kota.
2)      Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim yang dibentuk Menteri.
3)      Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD.
Pasal 19
1)      Berdasarkan rekomendasi usulan pembentukan daerah, Menteri meminta tanggapan tertulis para Anggota DPOD pada sidang DPOD.
2)      Dalam hal DPOD memandang perlu dilakukan klarifikasi dan penelitian kembali terhadap usulan pembentukan daerah, DPOD menugaskan Tim Teknis DPOD untuk melakukan klarifikasi dan penelitian.
3)      Berdasarkan hasil klarifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPOD bersidang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pembentukan daerah.
Pasal 20
1)      Menteri menyampaikan usulan pembentukan suatu daerah kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD.
2)      Dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah.
Pasal 21
1)      Setelah Undang-undang pembentukan daerah diundangkan, Pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat kepala daerah.
2)      Peresmian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.
PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH
Pasal 22
1)      Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
2)      Penghapusan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik dan daya saing daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3)      Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan daerah lain yang bersandingan berdasarkan hasil kajian.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
Bagi provinsi yang memiliki status istimewa dan/atau diberikan otonomi khusus, dalam pembentukan daerah selain ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang memberikan status istimewa dan/atau otonomi khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar