Wacana Partai Lokal di Papua: Demokrasi atau Disintegrasi?
Wacana Partai Lokal di Papua: Demokrasi atau Disintegrasi?
Sumber: ilustrasi lambang parpol lokal Papua (kreasi pribadi)
Dua tahun lalu saya pernah memposting topik ini di bawah judul “Wacana Partai Lokal di Papua Belum Populer”. http://politik.kompasiana.com/2012/07/27/wacana-partai-lokal-di-papua-belum-populer-480195.htmlWaktu
itu ada sejumlah politisi Papua menginginkannya (Parpol lokal) sebagai
solusi alternatif guna meredam gejolak politik di wilayah itu. Dengan
adanya parlok diharapkan aspirasi sebagian warga Papua yang tidak
terakomodasikan melalui parpol nasional mendapat saluran legal.
Wacana ini kembali muncul dalam dialog Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Presiden SBY di Biak dalam kunjungan Presiden SBYke
daerah itu pekan lalu. Menurut Gubernur, parpol lokal di Papua
bertujuan untuk mewadahi berbagai aspirasi yang berkembang di Papua
dalam satu bingkai yang sama, yaitu bingkai NKRI. Sehingga kelompok
Papua merdeka (mengutip istilah Lukas Enembe, ‘sudara-saudara yang masih
berseberangan’) bisa diakomodir dalam parpol lokal itu.
“Itu
dasar pemikiran Papua karena disini ada sistem pengangkatan, itu kita
mau diwadahi oleh satu Parpol lokal, tapi terkesan pusat menanggapi
bahwa kalau ada Parpol ada kecurigaan-kecurigaan seperti itu, padahal
mau kita pengangkatan tidak perlu, harus wadahnya Parpol lokal, sehingga
saudara-saudara kita yang berseberangan bisa diakomodir di Parpol
lokal,mau kita seperti itu, tapi dikembalikan kepada kita dan masih
diselesaikan di tingkat atas,” ujar Lukas. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/16401-papua-minta-pembagian-5050
Tampaknya
Lukas agak ragu-ragu mengangkat topik itu dalam dialog dengan Presiden
karena ketika wacana itu muncul dua tahun lalu, sempat muncul
‘kecurigaan’ dari Pusat sebagaimana diutarakan Mendagri Gamawan Fauzi.
Bahwa Papua beda dengan Aceh. “Di Aceh aspirasinya jelas, satu. Di
Papua, banyak,” ungkap Gamawan kala itu. http://www.jpnn.com/read/2012/07/14/133749/Papua-Beda-dengan-Aceh-Sayangnya
Lukas tidak menjelaskan secara detil, bagaimana tanggapan Presiden SBY
atas topik pembicaraan mereka terkait parpol lokal dimaksud.
Sebelumnya, 7 April 2014 Kabid PoldagriBadan Kesbangpol Provinsi Papua Barat, Sutowo, SH menyatakan, terbuka peluang dibentuknya partai lokal di Papua, mengingat hasil Pileg 2014 di Papua menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak. Dengan adanya parpol lokal, memberikan peluang lebih besar kepada orang Papua untuk menjadi anggota legislatif.http://www.radarsorong.com/index.php?mib=berita.detail&id=23591
Belajar
dari perjalanan partai lokal di Aceh memang sepak terjangnya sering
membuat Gamawan geram. Tapi suka atau tidak suka, keberadaan parlok di
Aceh sudah dijamin dengan UU Pemerintahan Aceh (UU No. 11 Tahun 2006).
Maka wajar juga jika wacana parpol lokal di Papua ditanggapi dengan
‘sikap curiga’ oleh pusat. Ingat, DPRA sudah memproduk qanun tentang
bendera dan lambang Aceh yang dinilai telah menghidupkan kembali
simbol-simbol perjuangan GAM.
Kalau memang Parpol lokal akan diberlakukan juga di Papua, pintunya adalah melalui RUU Otsus yang saat ini sedang digodok
oleh DPR RI untuk menggantikan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otsus
Papua. Hal-hal krusial seperti bendera dan lambang harus diatur lebih
tegas agar simbol-simbol perjuangan OPM tidak diberi tempat. Inilah
tugas utama Kemendagri untuk melakukan pembinaan secara kontinu agar
produk-produk parlok Papua melalui Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) tidak keluar dari tekad
bersama Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tahun 2002,
dimana MPR RI sebagai pemegang tertinggi kedaulatan rakyat telah
bersepakat,bentuk Negara Kesatuan RI TIDAK BISA DIUBAH. (Lihat Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 hasil amandemen).
Memang
keberadaan partai lokal itu tidaklah haram, sepanjang aspirasi yang
digagas dan diperjuangkannya tidak keluar dari jiwa dan semangat UUD
1945. Semangat Gubernur Papua Lukas Enembe mengusulkan parpol lokal di
Papua patut diapresiasi, asalkan tujuannya untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Papua dalam pembangunan termasuk partisipasi
saudara-saudara yang masih berseberangan secara ideologi dalam rangka
mempercepat pencapaian kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Koridor
itulah yang mesti terus dirawat dan dikembangkan, sehingga partai
politik sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pemerintahan (sarana
demokrasi) tidak disalahgunakan untuk melegalkan aspirasi dan
perjuangan separatisme. Semoga [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar