Konseptor, Kreator, eksekutor Dan Donator Perang Suku di Timika
Perang Suku, bisni TNI / POLRI |
Timika, KNPBNews
- TIAP Minggu Kacau (TIMIKA) Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) itulah
kepanjangan Bahasa Dari TIMIKA Dan MIMIKA, Kekacauan ITU Datang Bahasa
Dari mana berikut Gambaran singkat:
1. Kekacauan Datang Bahasa Dari PT. Freeport Indonesia.
Bahasa Dari sejak masuknya PT. Freport Indonesia dikorban BANYAK rakyat. PT. Freeport
masuk sejak 1967 Diposkan oleh Indonesia dilakukan Amerikat Serikat Dan
sebelum Indonesia menguasai Diatas Tanah Papua. PT. Freeport regular tidak melibatkan penandatangan MoU Artikel Baru 'masyarakat pribumi Yang Punya hak ulayat. PT.Freport Hadir kepentingan amerika Serikat sebelum melaksanakan PEPERA Tahun 1969. PT. Freeport masuk ditanah Papua Overdue pemusnahan * Bagi Bangsa Papua, PT. Freepor
Hadir untuk mengacau balaukan kerukunan antar suku-suku Yang Biasa
Hidup rukun Dan sebelum tentran masuk Freeport Dan Freeport Hadir untuk
menciptakan konflik antar suku Artikel Baru Dana Satu persen khususnya. Dana
Satu persen khususnya adalah untuk membiayai perang suku di Timika,
Freeport adalah konseptor, kreator Dan donator untuk pembunuhan Bangsa
Papua PADA umumnya Dan PADA khususnya rakyat Papua di Timika, Freeport
membiayai TNI / POLRI untuk membunuh Pejuang kebenaran di Timika,
seperti Jenderal Kelly Kwalik. Jadi TIAP Minggu Kacau
(TIMIKA) Dan Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) adalah konseptor, Kreator Dan
Donator ialah Freeport milikini kapitalisme amerika Serikat.
2. Kekacauan Datang Bahasa Dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika
TIAP Minggu Kacau (TIMIKA) Dan Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) adalah otak juga adalah Pemerintah Daerah Mimika, Mengapa? KARENA
Pemerintah Daerah Mimika Biasa membiaya Makanan lihat detail, Minuman,
Kendaraan Dan dana untuk melancarkan perang suku di Timika, umpanya
perang suku di Kwamki Lama, Sekitar 50 Kali perang. Penghasilan
kena sekian Puluhan Wire color Kawat warna ratusan bahkan ribuan Wire
color Kawat warna orangutan Korban Artikel Baru perang, Penghasilan kena
ITU Pemerintah Daerah Mimika mengiapkan dana Bayar Kepala. Masyarakat
industri tahu bahwa Penghasilan kena kitd perang Nanti kitd dapat Uang
Jutaan perkepala Maka 'masyarakat Biasa berperang. Masyarakat regular tidak Pikir bahayanya perang. Masyarakat Menjual Nyawa Artikel Baru Uang Indonesia. Masyarakat regular tidak Pikir Hidup Suami Satu Kali Saja Dan regular tidak ADA kesempatan Penghasilan kena meninggal. Jadi
TIAP Minggu Kacau (TIMIKA) Dan Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) diciptakan
Diposkan oleh Pemerintah Timika, bahkan Pemerintah Propinsi juga
terlibat seperti kemarin tanggal 27 Mei 2014 rombongan Gubernur Hadir
menjanjikan untuk membayar Akan perkepala.
3. Kekacauan Datang Bahasa Dari Militer Republik Indonesia di Timika
Hukum
Indonesia tak berguna justru Uang Yang berperang demi Nyawa orangutan
berbaring, dimana ADA masalah disitu ADA Proyek sifat Dan watak Militer
Indonesia. Kalau regular tidak ADA masalah atau perang suku
Nanti dompet TNI / POLRI Akan Habis itu, maka hal-Hal inisial sering
terjadi Papua Dan Timika PADA khususnya. Memucat ironis
Lagi perang antar nama kelompok di Timika juga pemegang Hukum Dan ham
Polisi Dan Tentara juga memanfaatkan situasi perang nihil. Aparat kemanan menjadikan Bisnis Lahan. Perang antar Kelompok projek menjadikan. Perang
Suku Suku Dani ANTARA Dan Moni Suami Pemerintah Timika membayar Uang
untuk memberikan alt Proses penyelesaian konlik vertikal kepada pihak
keamanan yakni Polisi Mencari Google Artikel Baru Rp. 1 Milyart Dan pihak Tentara 1 Milyart.
Uang-Uang Suami untuk demi alt Proses penyelesaian dibayar Uang namun masalah belum menghasilkan berdamai kedua belah pihak.
Didalam
perang suku BANYAK oknum terlibat terlibat yakni Inteljen Negara
Indonesia (Bin), TNI-Polri Memfasilitasi seperti MAKANAN, Gross profit
Kamar Rooms, Transportasi.Tiap Minggu Kacau (TIMIKA) Dan Minggu-Minggu
Kacau (MIMIKA) konseptor, Kreator dan dan eksekutor ialah BIN, BAIS ,
Barisan Merah Puitih, LMA Dan TNI / POLRI untuk memperbesar dompet
mereka. Rakyat regular tidak ADA untungnya.
4. Kekacauan Datang Bahasa Dari Orang Indonesia (Melayu)
TIAP
Minggu Kacau (TIMIKA) Dan Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) juga Datang
bahasa Dari orangutan pendatang Yang Datang di kota Timika untuk MENCARI
Makan, Orang pendatang rakyat Indonesia memakai Artikel Baru Alat Tajam
seperti Panah Wayar, Parang Panjang, Dan dibekap Diposkan oleh TNI /
POLRI Artikel Baru senjata. Terkait masih berlangsung Kali
masalah ANTARA orangutan Papua Dan orangutan Melayu (Indonesia) terjadi
dipihakrakyat Indonesia dibekap Diposkan oleh TNI / POLRI Artikel Baru
kekuatan senjata. Kalau 'masyarakat Papua Papua Sendiri
Artikel Baru regular tidak mereka Biasa respon KARENA regular tidak ADA
Nanti Uang Pengamanan, TNI / POLRI Biasa tunggu Wire color Kawat warna
jatuh Korban melewati Puluhan orangutan atau ratusan orangutan
Penghasilan kena TNI / POLRI mengaduh dana Ke Pemerintah Dan DPRD jadi
Yang Biasa menyetujui untuk TIAP Minggu Kacau ( TIMIKA) Dan
Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) ialah Aparat Penegak Hukum Republik
Indonesia di Timika-Papua
5. Kekacauan Datang Bahasa Dari Orang Papua Yang dipakai Diposkan oleh Militer Indonesia.
TIAP
Minggu Kacau (TIMIKA) Dan Minggu-Minggu Kacau (MIMIKA) juga Yang
menjadi eksekutor di Lapangan ialah anggota Badan Intelijen Negara
(BIN), Badan Intelijen stategis (BAIS), Lembaga Musyawarah Adat (LMA),
Barisan Merah Putih (BMP). Anggota BAIS orangutan Papua
Yang masuk kedalam merencakan yang strategis untuk baku perang Dan
anggota BIN orangutan Papua Yang masuk kedalam Akan eksekuti dilapangan.
Sistem adalah otaknya BIN Dan BAIS Maka Kepala perang
dikendalikan Diposkan oleh BIN Dan BAIS, apalagi 'masyarakat gunung ITU
kalau perang antar suku Komando jadi Gampang Sekali BIN Dan BAIS Bermain
ditingkat inisial. Perang Suku juga terstrukur seperti ADA
Kepala perang, komanda untuk Net, Komandan Intelijen, Komandan
Strategis, Komandan Manulife, logistik Komandan, PT BERLIAN LAJU
Komandan Dan Laporan Perubahan. Jadi disitu BAIS Dan BIN Bermain.
Perang
suku ANTARA Dani Dan Moni Yang Tanggal Gabung berlangsung di Timika
SAAT Pemilihan Legislatif (Pileg) PADA tanggal 9 April 2014, BIN, BAIS
Dan TNI / POLRI suruh berhenti perang, memang PADA SAAT ITU 'masyarakat
berhenti, aceh inisial 30 Mei 2014 Suami juga Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) Kabupaten Mimika Dan BAIS, BIN Dan TNI / POLRI suruh
'masyarakat berhenti mereka Dengar Dan doa aceh inisial' masyarakat
regular tidak perang. Alt Inilah Parts Bukti-Parts Bukti TNI / POLRI Dan BIN Dan BAIS Bermain.
Lighting the way for women in business
Updated 30 May 2014, 15:22 AEST
In Solomon Islands, as in much of the Pacific, solar
power has become an increasingly important source of energy and brought
widespread benefits to communities.
Solar power brings light, improves health, charges mobile phones and saves people money spent on petrol, diesel and kerosene.
But as solar power spreads it brings other opportunities as well, and on the island of Malaita, an innovative program is providing women with the technical expertise and business skills to establish their own solar power maintenance businesses.
Last year, solar panels were rolled out to communities across Malaita.
But there was a problem with maintenance, in that the people trained to maintain and repair the systems were based in urban centres like Auki and Honiara, not in the villages where their assistance was needed. They rarely made it out to the villages, and as a result the systems were not being maintained and households were in danger of losing their new power supplies.
So the Asian Development Bank's Pacific Private Sector Development Initiative (PPSDI) launched a pilot program to fix these issues, and also provide economic benefits to women.
Local people from villages in south west Malaita would be trained in solar power maintenance, and women would be particularly encouraged to participate. The program would not only keep the solar power systems up and running, but it would also equip Solomon Islands women with the technical and business skills to start and run a local solar maintenance and repair business.
The participants were brought together for two days of training in Honiara. Business training was provided, including information about how to register a business.
However the primary aim was to teach the trainees how to maintain the solar power systems - both the panels and the batteries - and very importantly, how to keep written maintenance records to comply with warranty conditions.
The nineteen trainees have now completed their initial training, and have returned to put their skills to use in their communities. Following on from that, trainers will visit the participants every two months for a year. The next visits will be in July, when the trainees will be given a video that demonstrates how the maintenance of the solar panels should work.
But since this project is also about economic empowerment, how will all of this training translate into dollars and cents - and importantly, new businesses?
ADB Gender specialist Vijaya Nagarajan says that when the panels were rolled out last year, each household contributed $1000 Solomon dollars to a maintenance fund controlled by the government. That money was to pay for two years' maintenance of the solar power systems, and it will now be used to pay the new trainees for their maintenance work. After that two year contract expires, she hopes that their businesses will be able to diversify and grow.
"We're hoping that earning this money will help them to start up other things . . . some of them may start up little businesses for charging phones, or maybe refrigeration businesses . . . So we're hoping they'll get a taste for entrepreneurship and be able to put some money aside, not just for school fees but perhaps a little bit more business activities.
"We're also hoping that on the consumer side, people get used to having this well maintained solar energy so they'll be willing to pay a bit for it after the end of two years. And we're hoping that this will bring about change slowly but surely."
Solar power brings light, improves health, charges mobile phones and saves people money spent on petrol, diesel and kerosene.
But as solar power spreads it brings other opportunities as well, and on the island of Malaita, an innovative program is providing women with the technical expertise and business skills to establish their own solar power maintenance businesses.
Last year, solar panels were rolled out to communities across Malaita.
But there was a problem with maintenance, in that the people trained to maintain and repair the systems were based in urban centres like Auki and Honiara, not in the villages where their assistance was needed. They rarely made it out to the villages, and as a result the systems were not being maintained and households were in danger of losing their new power supplies.
So the Asian Development Bank's Pacific Private Sector Development Initiative (PPSDI) launched a pilot program to fix these issues, and also provide economic benefits to women.
Local people from villages in south west Malaita would be trained in solar power maintenance, and women would be particularly encouraged to participate. The program would not only keep the solar power systems up and running, but it would also equip Solomon Islands women with the technical and business skills to start and run a local solar maintenance and repair business.
Participants and trainers pictured at the training in Honiara, Solomon Islands.Vij Nagarajan is pictured on the far right.
Photo: Asian Development Bank (ABC Licensed)
After
consultations with the community based NGO West Are'are Rokotanikeni
Association, twelve women and seven men were selected for training.The participants were brought together for two days of training in Honiara. Business training was provided, including information about how to register a business.
However the primary aim was to teach the trainees how to maintain the solar power systems - both the panels and the batteries - and very importantly, how to keep written maintenance records to comply with warranty conditions.
The nineteen trainees have now completed their initial training, and have returned to put their skills to use in their communities. Following on from that, trainers will visit the participants every two months for a year. The next visits will be in July, when the trainees will be given a video that demonstrates how the maintenance of the solar panels should work.
But since this project is also about economic empowerment, how will all of this training translate into dollars and cents - and importantly, new businesses?
ADB Gender specialist Vijaya Nagarajan says that when the panels were rolled out last year, each household contributed $1000 Solomon dollars to a maintenance fund controlled by the government. That money was to pay for two years' maintenance of the solar power systems, and it will now be used to pay the new trainees for their maintenance work. After that two year contract expires, she hopes that their businesses will be able to diversify and grow.
"We're hoping that earning this money will help them to start up other things . . . some of them may start up little businesses for charging phones, or maybe refrigeration businesses . . . So we're hoping they'll get a taste for entrepreneurship and be able to put some money aside, not just for school fees but perhaps a little bit more business activities.
"We're also hoping that on the consumer side, people get used to having this well maintained solar energy so they'll be willing to pay a bit for it after the end of two years. And we're hoping that this will bring about change slowly but surely."
West Are'are community members receiving their certificates after successfully completing the training.
Photo: Asian Development Bank (ABC Licensed)
Listen to Heather Jarvis' interview with Vijaya Nagarajan on Radio Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar