Minggu, 11 Mei 2014

Aktivis Pembela HAM: Perlu Evaluasi Penempatan Brimob di Dogiyai


Yones Douw. Foto: Dok. MS
Nabire, MAJALAH SELANGKAH -- Aktivis Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dari Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Gereja KINGMI Papua, Yones Douw mendesak pemerintah dan Kapolda Papua segera evaluasi kembali penempatan Brimob di Kabupaten Dogiyai karena salah menggunakan alat negara yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia di Dogiyai.

Hal ini dikatakannya kepada majalahselangkah.com menanggapi insiden penembakan kala warga Dogiyai mendatangi pos Brimob guna menanyakan perihal insiden kecelakaan maut di Epeida, dan penembakan oleh Brimob terhadap warga sipil di Dogiyai.

Kata Yones, masyarakat mendatangi pos Brimob bukan menyerang tetapi kedatangan masyarakat hanya meminta pertanggungjawaban dari sopir penabrak.

"Siapa saja dan bangsa manapun juga itu kalau keluarga yang mati secara tidak wajar itu pasti ada reaksinya karena bagian dari kekecewaan. Masyarakat datang ke mako Brimob itu bukan bagian dari melampiaskan emosi, tetapi itu mereka mau datang tanya," ungkapnya di Nabire, Sabtu (10/05) siang.

Menurutnya, Brimob seakan-akan menganggap warga Dogiyai adalah musuh negara sehingga melakukan penembakan secara emosional dengan menggunakan alat negara. Brimob tidak menanggapi kedatangan warga secara serius untuk diusut masalahnya secara tuntas.

Ia menambahkan, kasus pelanggaran HAM oleh Brimob di Dogiyai dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan dua kali sehingga penempatan korps Brimob harus dievaluasi kembali.

"Brimob sudah dua kali dan berkali-kali melakukan kasus di Dogiyai, jadi soal itu bupati Dogiyai dan Polda Papua harus evaluasi kembali karena Brimob sudah mengeluarkan darah orang Dogiyai dan nanti juga mereka akan melakukan hal sama yang mengarah kepada pelanggaran hak asasi manusia," tuturnya mengkritik.

"Pelanggaran hak asasi manusia itu menggunakan alat negara seperti sangkur dan senjata, jadi itu murni aparat melakukan pelanggaran hak asasi manusia, bukan orang mati. Melukai orang, mengeluarkan darah orang lain, mencederai orang lain terus menghilangkan bentuk tubuh lain itu sudah pelanggaran hak asasi manusia. Jadi, kami dari pembela hak asasi manusia meminta penempatan Brimob dan Kopassus di Dogiyai harus dievaluasi".

Ia juga bertanya alasan penabrak mencari perlindungan di pos Brimob, bukan di kantor polisi yang nota bene sebagai penegak hukum serta lebih dekat dengan lokasi terjadinya tabrakan maut.

Sebagai pembela HAM, ia merasa Polda mempermainkan perasaan masyarakat Dogiyai karena kasus berdarah Dogiyai sebelumnya hingga kini belum pernah diusut tuntas. Kasus ini pun, ia kurang percaya untuk akan ditangani.

Hal ini karena dari waktu ke waktu hanya ada janji akan diusut tuntas di depan masyarakat mengenai kasus yang bersentuhan dengan HAM, tetapi fakta di depan hukum tidak pernah terealisasi.

"Sampai hari ini Kapolda masih belum tuntaskan kasus Dogiyai yang lalu, dan kasus ini pun pasti Kapolda tidak akan tuntaskan karena orang Papua yang ditembak itu tidak ada nilai bagi Indonesia ini, sekali lagi, orang Papua yang ditembak atau orang Papua yang ditabrak itu tidak ada harga bagi negara ini," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar