Jumat, 09 Mei 2014

Dimana Pemerintah dalam Konflik di Dogiyai



Jum'at, 09 Mei 2014 13:18
Semenjak Papua dianeksasi menjadi bagian dari  Indonesia, dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, minggu ke minggu, hari ke hari, bahkan dari jam ke jam selalu terjadi konflik. Dari konflik yang menyebabkan kematian sampai dengan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Baik masalah yang terjadi antar masyarakat Papua sendiri karena diadu domba oleh pihak ketiga, maupun masalah yang sengaja dilakukan oleh pihak keamanan (TNI/Polri).

Dalam setiap masalah yang terjadi Papua peran pemerintah selalu tidak nampak, misalnya dalam masalah yang terjadi di Abepura tanggal 16 Maret 2009, Wamena berdarah tanggal 9 Oktober 2000, Timika berdarah tanggal 3 April, Dogiyai berdarah, Biak berdarah, Nabire, dan kasus-kasus lainnya.

Semua masalah yang terjadi di Papua, baik yang sudah diungkapkan maupun yang belum, kebanyakan terjadi antara TNI/Polisi dengan masyarakat sipil.

Pertanyaanya, dimana posisi Pemerintah dalam semua masalah yang terjadi di Papua? Apakah memang pemerintah tidak pernah ketahui semua masalah yang terjadi di Papua? Apakah memang tidak pernah ada pemerintahan di Papua? Mengapa dia berdiam diri saja?

Menurut saya, pemerintah sebagai pengayom, pelindung masyarakat harus memosisikan diri diantara Orang Asli Papua (OAP) dengan pihak keamanan (TNI/polri) sebagai pelindung. Pemerintah bila mengetahui semua masalah yang terjadi di Papua, mengapa diam? Persoalam harus diungkap.

Saat ini di Dogiyai Papua terjadi konflik akibat kecelakaaan maut di Epeida, Dogiyai.
konflik tersebut awalnya sebuah truk bernomor polisi DS 9903 dari arah Nabire ke moanemani Dogiyai dengan membawa barang milik pengusaha kios di Moanemani menabrak dua orang pemuda yang pulang ke rumah usai puji-pujian menggunakan motor.

Ini kronologinya seperti dimuat majalahselangkah.com edisi 7 Mei 2014:

Senin, 5 Mei 2014 malam, Gereja Kingmi Papua di Digikotu Moanemani menggelar acara puji-pujian seperti biasanya. Malam pujian-pujian digelar hingga pukul 05.00 pagi waktu setempat. Yuncen Kegakoto (18) dan Lasarus Anouw (20) pulang ke rumah menggunakan kendaraan roda dua (motor).

Kedua korban tiba di tanjakan Epeida dan melaju naik ke atas bukit. Mereka bertemu dengan truk yang melaju dari arah kota Nabire. Motor dan truk masing-masing tidak dapat mengendalikan dan terjadi tabrakan maut.

Kira-kira pukul 06.00 waktu setempat, warga menemukan Lasarus Anouw dan Yuncen Kegakoto tak bernyawa. Lasarus Anouw didapati tali perut keluar dan Yuncen Kegakoto pata tulang paha.

Yuncen Kegakoto berumur 18 tahun. Ia adalah pemuda di kampung Apagougi dan berprofesi sebagai petani. Ia masih belum menikah. Sementara Lasarus Anouw berumur 20 tahun dan berasal dari kampung yang sama. Lasarus juga adalah pemuda kampung dan bertani.

Sopir truk inisial L yang mengendarai truk bernomor polisi DS 9903. Ia dikabarkan membawa barang-barang kios milik pengusaha di Dogiyai. Saat warga menemukan dua korban itu, sopir truk tidak ada di tempat kejadian perkara (TKP). Dikabarkan, ia menyelamatkan diri di pos Brimob di kota Moanemani.

Warga kemudian membawa dua korban itu untuk disemayamkan di rumah duka. Dalam waktu beberapa jam saja, informasi tentang tabrakan menyebar kepada sahabat dan keluarga mereka di beberapa kampung.

Kira-kira pukul 06:40 waktu setempat, warga sudah memadati pos Brimob. Warga bernegosiasi untuk  meminta sopir dikeluarkan dari pos untuk memintai pertanggungjawaban dan mencari solusi. Brimob menolak, negosiasi tidak membuahkan hasil dan warga semakin marah.

Kira-kira pukul 08.30 warga mengancam mengantar jenazah dua korban ke pos Brimob. Salah satu saksi mata mengatakan, dalam suasana itu, tiba-tiba terdengar pernyataan, "Di Timika juga pihak keamanan kerja sama sedang membunuh kita punya masyarakat. Ini saatnya kita balas dendam." Kata-kata itu semakin mempersulit keadaan dan sulit terkendali.

Brimob yang berada di pintu masuk pos mulai terdesak dan marah. Lalu, Brimob melepaskan tembakan peringatan beberapa kali. Tembakan peringatan lainnya mengenai 3 warga sipil. Mereka yang terkena tembakan atas nama Yulius Anouw (27) terkena peluru kikis di dada dan mengakibatkan luka cukup dalam, Anthon Edowai (28) tertembak di paha kiri, dan Gayus Auwe (32) terkena serpihan peluru di dada dan kaki kiri.

Dalam situasi yang sulit itu, seorang tukang bangunan bernama Melky (24), warga Toraja ditemukan tewas di belakang pos Brimob, tepat di areal bangunan yang sedang dikerjakannya. Ia dikabarkan ditikam oleh warga yang tidak terima dengan penembakan dari Brimob. Sementara, satu orang tukang bangunan lainnya terkena lemparan batu di kepada dan mengalami luka.

Akibat peristiwa ini, semua aktivitas di Dogiyai siang tadi lumpuh total hingga malam ini. Dikabarkan, pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SMP di Moanemani sempat terganggu. Jika tidak ada jaminan keamanan, siswa yang akan ikut ujian besok bisa terganggu.

Kira-kira pukul 11.30 sempat dilangsungkan pertemuan tertutup antara Asisten III, Kapolsek dan Koramil untuk membicarakan kondisi keamanan daerah. Akses jalan dari Nabire ke pedalaman siang tadi hingga malam ini sepi.

Kira-kira, pukul 12.30  waktu Dogiyai, korban tewas, Melky dan korban luka-luka lainnya dibawa ke Nabire menggunakan pesawat AviaStar. Melky sempat disemayamkan di RSUD Nabire, sebelum dibawa ke rumah duka.

Sementara, 3 warga, Yulius Anouw, Anthon Edowai, dan Gayus Auwe masih dirawat intensif di RSUD Nabire.

Yonatan Kegakoto, keluarga korban, kepada sejumlah wartawan di depan RSUD Nabire mengatakan, pihaknya menyesalkan kelambanan aparat untuk tangani kasus ini saat kejadian pagi hari. Ia juga mengatakan, pihaknya tidak ingin konflik meluas.

Rombongan Bupati Dogiyai dan pihak kepolisian mengunjungi korban tewas dan luka-luka dan RSUD Nabire.

Sementara itu Bupati Dogiyai, Thomas Tigi mengatakan, "Kalau terjadi kecelakaan seperti ini sebenarnya diserahkan kepada pihak keamanan, ini bukan saja di Dogiyai, tapi seluruh Indonesia kalau masalah seperti ini diserahkan kepada pihak keamanan pasti aman," ungkapnya saat menjenguk korban di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siriwini Nabire, Selasa (06/05/14).(Baca:

***
Saya pribadi kesal dengan tanggapan dari pihak pemerintah yang mengatakan Kalau terjadi kecelakaan seperti ini sebenarnya diserahkan kepada pihak keamanan, kalau masalah seperti ini diserahkan kepada pihak keamanan pasti aman.

Kekesalan saya atas pernyataan itu karena pemerintah sudah mengetahui, melihat bahwa pihak keamanan pun ikut terlibat dalam konflik tersebut, sehingga pihak keamanan pun sebagai salah satu oknum dalam konflik tersebut kok kenapa harus berharap kepada pihak kemanan untuk menangani konflik tersebut?

Setidaknya pemerintah bisa berpikir jernih. Polisi di Dogiyai tidak bisa menjalankan kewajibannya menangani kasus ini karena mereka telah jadi aktor konflik. Maka yang menangani dan menyelesaikan konflik adalah bukan polisi di Dogiyai.  Dan pernyataan bupati Dogiyai di atas sudah tidak masuk akal.

Bupati mestinya mengundang  LSM HAM, dan ke lembaga hukum lain di Papua atau Komnas HAM agar menyelesaikan kasus ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar