Rabu, 16 April 2014

Banyak Pelanggaran Hukum, Tim Pemantau Pemilu Wamena Akan Lapor Bawaslu

Banyak Pelanggaran Hukum, Tim Pemantau Pemilu Wamena Akan Lapor Bawaslu

Suasana Pemilihan Legislatif (Pemilu) di Wamena, Papua. Masyarakat gunakan noken sebagai kotak suara (Foto: Dok ALDP)
Suasana Pemilihan Legislatif (Pemilu) di Wamena, Papua. Masyarakat gunakan noken sebagai kotak suara (Foto: Dok ALDP)
PAPUAN, Jayapura — Tim independen pemantau Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif di Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Provinsi Papua, akan melaporkan berbagai pelanggaran hukum dan kecurangan yang berlangsung saat pencoblosan pada 9 April 2014 lalu.  
“Ada banyak kecurangan dan pelanggaran hukum yang terjadi selama Pemilu di Wamena, dalam waktu dekat kami akan melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),” ujar Anum Siregar, salah satu relawan yang juga ikut melakukan pemantauan di lapangan, saat memberikan keterangan pers, Rabu (16/4/2014) di Padang Bulan, Jayapura.
Menurut Anum, tim melakukan pemantauan di empat Daerah Pemiihan (Dapil), dan fokus di 40 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Wamena, dan beberapa lagi di kampung-kampung pinggiran kota Wamena.
“Kami juga mengharapkan bantuan teman-teman media untuk kawal laporan ini, agar bisa di proses lebih lanjut oleh Bawaslu,” tambah Anum yang juga merupakan Direktur Eksekutif Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP).
Yusman Conoras, salah satu staf ALDP menambahkan, temuan-temuan dilapangan saling berbeda, sebab ada yang bisa dilaporkan ke Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten, dan Bawaslu RI di Jakarta.
“Kalau soal masalah pemilihan Caleg Kabupaten/Kota, mungkin laporannya bisa ke Panwas Kabupaten/Kota, tapi kalau soal DPR RI dan DPD RI bisa langsung ke Bawaslu RI di Jakarta, dan kalau soal DPRP Provinsi bisa dilaporkan ke Bawaslu Provinsi,” uja Yusman.
Ditambahkan oleh Asrida Elisabet, salah satu tim relawan, ada beberapa point yang menjadi fokus pengamatan, seperti soal Daftar Pemilih Tetap (DPT), surat suara yang tidak sesuai dengan jumlah DPT, TPS-TPS yang banyak melakukan pelanggaran hukum, dan panitia penyelenggara yang ikut bermain untuk memenangkan Caleg tertentu.
Tekait sistem Noken, Asri melanjutkan, masih dipakai di beberapa tempat di Wamena, terutama di Dapil II, yang  mayoritas TPS-TPS ada di Kampung atau pinggiran kota Wamena dengan pemilih.
“Contoh di Dapil II, untuk DPR RI dan DPD biasa dipakai dengan istilah bungkus dan ikat, atau nanti diatur di dalam saja. Sedangkan untuk DPRD Kabupaten/Kota, mereka pakai noken, dan dipanggil karena saling kenal untuk masukan hak mereka di Noken,” jelas Asri.
Selama pemilu di Wamena, menurut Asri, azas rahasia dikesampingkan, sebab panitia penyeleggara, termasuk masyarakat setempat mengetahui untuk Caleg siapa seseorang memberikan hak suaranya.
“Ini akan membuat konflik antara masyarakat sendiri. Sampai sekarang pengaruhnya masih terjadi, dan ini yang kami temukan di lapangan selama melakukan pemantauan,” tambah Asri.
Sekedar diketahui, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Jayawijaya, Wamena, menurut KPU adalah sebanyak 207.657 pemilih. Sedangkan, DPT Pilgub ditahun 2013 adalah 184.425 pemilih.

BY ROBBYE AMOK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar