Kamis, 17 April 2014

PH TERSANGKA KASUS GENSET MINTA KEJATI TUNGGU HASIL AUDIT BPK

PH TERSANGKA KASUS GENSET MINTA KEJATI TUNGGU HASIL AUDIT BPK

Penasihat Hukum terduga tersangka OM dan MHN, Adolf Steve Waramori (Jubi/Indrayadi TH)
Penasihat Hukum terduga tersangka OM dan MHN, Adolf Steve Waramori (Jubi/Indrayadi TH)
Jayapura, 17/4 (Jubi/4) – Demi kepentingan hukum bagi  tersangka OM dan MHN yang diduga merugikan negara sebesar Rp 1 miliar lebih terkait pengadaaan genset senilai Rp 3,98 miliar, penasihat hukum tersangka, Adolf Steve Waramori, minta Kejati Papua menunda  panggilan kedua kliennya. 
Waramori meminta agar penundaan pemanggilan itu sampai adanya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI,.
“Bagi saya, jika korupsi berkaitan dengan  keuangan negara, maka berbicara tentang korupsi sama dengan  berbicara tentang  kerugian keuangan negara. Sebaliknya berbicara tentang  kerugian keuangan negara,  tidak terlepas dari  berbicara tentang  domain  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Kami  menghargai proses hukum dan juga menghargai kepentingan hukum OM dan MHN.,” kata Waramori, Kamis (17/4).
Menurut Waramori, sudah menjadi pengetahuan umum dikalangan aparat penegak hukum seluruh Indonesia bahwa BPK RI  adalah satu-satunya lembaga negara mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola  keuangan Negara.
“Hal itu sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 tentang undang-undang RI nomor 15 tahun 2006 tentang badan pemeriksa keuangan, dimana tugas BPK RI melakukan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional,” ujar Waramori.
Dengan demikian, kata dia,  LHP  sebagai Hasil Audit BPK RI adalah merupakan  satu-satunya alat bukti surat yang dapat membuktikan  bahwa instansi pemerintah atau pejabat pemerintah tersebut telah melakukan penyelewengan dana sehingga mengakibatkan kerugian keuangan Negara atau tidak.
“Pernyataan Kajati Papua tentang adanya kerugian negara dalam pekerjaan pengadaan genset otomatis, pemasangan jaringan, uji fungsi dan pembangunan rumah genset  RSUD Jayapura tanpa adanya Hasil Audit BPK  adalah sangat prematur dan tidak berdasarkan hukum,” kata Waramori.
Alasan Waramori, dirinya minta penundaan kehadiran kedua kliennya sambil menunggu Hasil Audit BPK adalah sangat rasional dan berdasarkan hukum dan harus ditanggapi secara patut berdasarkan alasan hukum pula.
“Bukannya direspon melalui media yang menimbulkan opini buruk terhadap kredibilitas saya sebagai advokat, seolah-olah saya menghalang-halangi proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejati Papua terhadap kedua klien saya,” kata Waramori.
Wawamori mempertanyakan kesimpulan Kejati Papua soal adanya kerugian negara dalam masalah genser tersebut. “Hasil audit dari mana, penyidik Kejati Papua mengklaim adanya kerugian Negara sebesar Rp 1 miliar lebih dalam pelaksanaan pekerjaan pengadaan genset tersebut? Sementara penyidik Polda Papua yang telah terlebih dahulu dan sementara menyelidiki kasus ini masih belum bisa menindak lanjuti ke tingkat penyidikan karena masih menunggu hasil audit BPK RI,” tegas Waramori.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua mewanti-wanti dua orang yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni Dirut PT. Papua Jaya Perkasa, Oktovianus Maran dan Panitia Lelang, Max Hengky Narahawarin yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan genset di Rumah Sakit Umum (RSUD) Dok II Jayapura agar segera menyerahkan diri.
Seksi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi Papua, Obeth Ansanay mengatakan, sebelum pihak Kejati Papua melakukan penangkapan paksa, sebaiknya kedua tersangka yang kini jadi DPO itu memenuhi panggilan Kejati Papua.
“Sebaiknya datang baik-baik ke Kejati Papua untuk mempertanggungjawabkan apa yang disangkakan kepada mereka. Kami harap mereka datang ke Kejati tanpa harus kami cari atau tangkap paksa,” kata Obeth Ansanay, Rabu (16/4).
Akibat perbuatannya, kata Obeth, kedua tersangka diduga telah merugikan negara sebesar Rp 1,5 miliar, terkait pengadaaan genset senilai Rp3,98 miliar yang dicomot dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013.
Kejati Papua sendiri sudah tiga kali melakukan pepanggilan kepada dua tersangka. Namun,  keduanya tak memenuhi panggilan. Bahkan, kini keberadaan keduanya  tak diketahui.
“Kami sudah mencari yang bersangkutan di rumahnya, tapi mereka tidak ada. Kami tidak tahu keberadaan mereka, sehingga beberapa hari lalu kami nyatakan keduanya jadi DPO Kejati Papua,” ujarnya. (JUBI/Indrayadi TH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar