Kamis, 17 April 2014

Perang itu dilakukan kaum laki-laki. Tetapi ada banyak hal penting yang dilakukan oleh kaum perempuan semasa perang.



Mama Yosefa beserta 40 aktifis- ainnya saat di Mapolres Jayapura Kota pada 13 Januari 2014. Foto: Ist.

Perang itu dilakukan kaum laki-laki. Tetapi ada banyak hal penting yang dilakukan oleh kaum perempuan semasa perang.


Itu yang dikatakan mama Yosepha Alomang dalam kesaksiannya yang dibukukan oleh pendeta Benny Giay dan Yafet Kambai dalam buku Yosepha Alomang: Pergulatan Seorang Perempuan Papua Melawan Kekerasan.

Berikut adalah kesaksian Yosepha Alomang melawan Freeport yang tidak adil terhadap orang Papua, terutama suku-suku yang ada di sekitar tambang terbesar dunia,itu. ***

Oleh, Benny Giay dan Yafet Kambai

Tahun 1964, Freeport menandatangani kesepakatan dengan suku Amungme-Kamoro. Tapi kami tidak mengerti apa isi kesepakatan itu, karena waktu mereka buat surat itu, kami tidak mengerti, sebagai pemilik hak atas tanah, air, gunung, hutan, dan lembah. Sejak itu kami melakukan aksi-aksi protes.

Kami marah sekali karena waktu itu Freeport terus membeli sayur-sayuran dari luar Papua, seperti dari Manado dan Australia. Waktu kami bicara dengan Freeport, mereka memberi alasan bahwa sayuran hasil kebun kami itu kotor jadi mereka beli dari luar saja.

Mereka (Freeport) lupa dengan Perjanjian Januari (January Agreement) dengan tuan Tuarek Nartkime yang isinya:

"Ko bawa daun apa saja nanti kami makan. Nanti kami bawa roti dan sebagainya juga nanti kau makan. Sa juga makan ko punya makanan. Apa saja yang ko makan, nanti sa akan makan..".

Jadi karena janji dengan bahasa seperti itu, kami hanya tunggu. Setiap kali kami pulang balik ke kebun, kami isap debu kendaraan mereka yang dating cari makan di atas tanah kami. Lama-lama kami pulang balik kebun dengan menyanyi:

"Debu dari trek Philipina tutup muka kami
Debu dari trek Amerika tutup hidung kami
Debu dari trek Korea tutup mata kami
Debu dari trek Indonesia tutup badan kami".


Freeport tidak mau beli kami punya sayur jadi kami ganas. Kami ingin melawan. Sehari sebelumnya, kami melakukan pertemuan di rumah mama Elisabeth Beanal (Istrinya Niko Beanal) untuk merencanakan aksi ini.

Pada hari yang kami tetapkan, sejak pagi kami sudah menjaga pesawat yang membawa sayur. Pada waktu pesawat turun, kami merapat ke tempat barang-barang dair pesawat dibongkar. Kebetulan waktu itu bandara Timika belum dipagar. Penjaga bandaranya adalah pak Totok, orang Jawa.

Kami sendiri bawa parang masing-masing untuk potong sayur-sayur Freeport itu. Kami juga tidak mau pakai bahasa Melayu (Indonesia). Kami gunakan bahasa Amungkal.

Kami lihat pesawat sudah turun sampai tempat kami berdiri. Petugas keluarkan sayur-sayuran ke semacam gerobak besar dan tempat yang sudah disiapkan. Kami jalan dekat tumpukan sayur-sayuran yang telah diturunkan itu. Kami berdiri dan kompak langsung potong-potong.., bikin hancur sayuran itu, iris-iris.

Sebelum kiami mulai bongkar dan potong-potong sayur, saya sudah ambil konci dan slotdari semua pintu di ruangan bongkar muat barang. Sehingga orang dari luar tidak bisa masuk ke dalam. Sehingga ketika semua sayuran diturunkan, kami masing-masing maju memotong semua sayuran dan apa saja yang ada di depannya.

Sementara kami memotong karung-karung sayuran, kami langsung diserbu oleh ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Mungkin pak Totok atau siapa kah, sudah hubungi tentara Indonesia, sehingga sementara kami potong sayuran, ABRI dating lalu lepaskan tembakan beberapa kali.

Tentara ini marah dan dengan emosinya lalu mulai mengancam kami. Kami merasa tidak perlu hiraukan ABRI kah, masyuarakat kah, Tidak perlu. Keputusan kami sudah bulat. Melihat keadaan itu, saya kemudian berdiri di atas meja yang kebetulan ada di situ. Saya bilang:

"Saya sedang melawan Freeport, bukan dengan tentara. Saya tidak takut dengan tentara. Saya tidak takut kau. Tetapi dengan memotong sayur ini, kami mau lawan PT Freeport. Sehingga kami harap kou ABRI bisa berdiri di tengah. Jangan kou terus memihak PT Freeport..!"

Setelah saya selesai bicara, saya turun. Lalu kami ditahan satu orang pegawai Freeport orang Indonesia.

Kemudian Freeport kirim satu orang Indonesia, Pak Yawan yang security di Freeport untuk mendekati kami, meminta kunci dan slot dari ruang tunggu bandara yang sudah saya ambil. Saya baku lawan (berdebat) dengan dia. Akhirnya saya serahkan kunci dan slot yang dia minta.

Kemudian dari bandara kami pergi ke Timika Indah. Kami bermaksud melawan dan kasih hancur Koperasi Freeport. Di sana kami dorong-dorong dengan pegawai koperasi di situ. Akhirnya kami hancurkan dan bongkar koperasi dari Freeport dengan parang yang kami bawa diam-diam.

Kami lakukan ini karena kami melihat anak Amungme yang bekerja di koperasi ini dan pegawai orang Indonesia lainnya makan kami punya uang 30 persen lebih dari uang kami, yaitu hasil sayuran kami yang seharusnya kami terima sebagai pembayaran dari Freeport atas penjualan sayuran kami. Tapi mereka makan 30%.

Karena tindakan kami itu, saya ditahan oleh polisi. Semua mama-mama ini ikut saya pergi ke Polres Timika pada hari itu. Saya diperiksa sampai jam 22.00 malam. Setelah saya dilepas baru mama-mama kami semua kumpul dan pulang ke rumah kami masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar