Minggu, 20 April 2014

Bulan-Bintang dibahas Juni, Usai dua Perkara ini Tuntas





Aceh minta kelola Migas 200 Mil laut

Pertemuan antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Gubernur Aceh Zaini Abullah dan DPR Aceh (DPRA), Rabu (16/4/14), menyepakati pembahasan evaluasi Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Lambang dan Bendera Aceh diperpanjang hingga 16 Juni 2014.

Perpanjangan tersebut merupakan yang kelima kali sejak Qanun Lambang dan Bendera Aceh diundangkan dan disahkan pada Maret 2013 oleh DPR Aceh.

Keputusan untuk memperpanjang masa tenang, Kata Zaini Abdullah, diambil sembari membahas rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan peraturan presiden (Rperpres) tentang kewenangan pemerintah Aceh.

"Cooling down diperpanjang lagi selama dua bulan ke depan. Selama yang lain (RPP dan Perpres) belum tuntas 100 persen, kami akan membicarakannya di sana (Aceh)," kata Zaini usai menemui Mendagri Gamawan Fauzi di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat.

Zaini mengatakan, masih ada 21 pasal dalam dua rancangan PP dan satu rancangan perpres tersebut yang belum mencapai kesepakatan. Oleh karena itu, kata Zaini, pembahasan mengenai penggunaan bendera daerah akan dilakukan setelah dicapai kesepakatan tentang rancangan tersebut.

"Kalau yang lain itu sudah beres dan sudah dibicarakan ke Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono), maka baru kita membicarakan soal bendera," ucap eks Petinggi GAM Swedia tersebut.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan, pembahasan mengenai penyempurnaan bendera Aceh diharapkan dapat mulai dilakukan satu bulan ke depan.

Ia berharap, tanpa harus menunggu dua bulan, proses administrasi rancangan PP dan rancangan perpres dapat selesai.

"Kalau sudah selesai (pembahasannya), kami akan memproses administrasinya, ini kurang dari sebulan mudah-mudahan bisa jadi. Kalau kami sudah memproses rancangan PP dan rancangan Perpres, mereka (Pemerintah Aceh) akan melakukan penyempurnaan," kata Djohermansyah.

Aceh minta kelola Migas 200 mil perairan Aceh

Sebelumnya, pemerintah Aceh dan Pusat membahas dua RPP, yaitu RPP Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di Aceh dan RPP Kewenangan Pertanahan Pemerintah Aceh serta satu Rancangan Perpres tentang Badan Pertanahan di Provinsi Aceh.

Pemerintah Aceh setuju mengelola minyak dan gas bumi (migas) pada batas 12 mil dari garis pantai. Namun, mereka mint ikut dilibatkan dalam mengelola migas di wilayah 200 mil perairan Aceh.

"Tadi sudah ada kesepahaman kami. Kalau 12 mil itu kan sama dengan batas-batas laut provinsi lain. Kalau sampai 200 mil kan bukan surrounding (seperti diatur dalam MoU Helsinki) lagi. Tapi, Aceh minta dilibatkan," kata Djohermansyah.

Ia mengatakan, terdapat penafsiran yang berbeda antara Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat soal pengelolaan laut. Pemerintah Aceh menafsirkan klausul "di Sekitar Aceh" adalah wilayah sejauh 200 mil dari garis pantai, sedangkan bagi pemerintah sejauh 12 mil.

Dalam MoU Helsinki poin 1.3.3 terkait Bidang Ekonomi, Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh.

Qanun Bendera Aceh diundangkan sejak Maret 2013 lalu. Regulasi-regulasi tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun itu mengatur, lambang dan bendera Aceh mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Meski undang-undang (qanun) tersebut terlebih dulu lahir pada 2006, Pemerintah pusat menganggap bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007.(*pbs/kmps)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar