Uni Eropa Ingin Pastikan Senjata Yang Dijual Negaranya Tidak Digunakan Pada Warga Papua
Ana Maria Gomez, anggota Parlemen Uni Eropa
dari Portugal, salah satu penandatangan surat (kiri)
bersama Ketua AJI Kota Jayapura, Victor Mambor
usai sidang dengar pendapat (Dok Jubi)
Jayapura, 31/3 (Jubi) –
Anggota Parlemen Uni Eropa yang beranggotakan 28 Negara hingga tahun
2013, mendesak Pemerintah Indonesia untuk membuka dan menyediakan akses
ke Papua bagi pengamat Independen, termasuk pengamat dari Uni Eropa
maupun mekanisme HAM PBB.
16 anggota
parlemen Uni Eropa telah menulis surat kepada Perwakilan Tinggi Uni
Eropa untuk Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Baroness Catherine
Ashton, sebagai tindak lanjut sidang dengar pendapat tentang Papua di
parlemen Uni Eropa pada tanggal 23 Januari 2014 dan voting Parlemen
Eropa pada 26 Februari 2014 untuk perjanjian kerjasama antara Republik
Indonesia dan Uni Eropa. Surat yang ditandatangani oleh 16 anggota
parlemen Uni Eropa ini meminta Baroness Catherine Ashton agar mendorong
pemerintah Indonesia untuk secara aktif memulai proses dialog dengan
rakyat Papua Barat sebagai upaya penyelesaian konflik secara damai
seperti yang dituntut oleh para aktivis perdamaian di Papua dan Jakarta.
16 anggota parlemen ini juga meminta pemerintah Indonesia membuka akses
kepada pengamat independen termasuk pengamat Uni Eropa serta mekanisme
HAM PBB dan melindungi kebebasan pers lokal di Papua.
Leonidas
Donskis, anggota Parlemen Uni Eropa dari Finlandia kepada Jubi melalui
surat elektronik, Minggu (30/3), mengatakan surat tertanggal 26 Maret
2014 ini menyerukan agar Indonesia membebaskan semua tahanan politik dan
mengakhiri praktek mengadili rakyat Papua yang terlibat dalam kegiatan
politik damai dengan tindak pidana seperti pengkhianatan/Makar
berdasarkan Pasal 106 KUHP Indonesia. Uni Eropa juga sangat mendukung
reformasi di Indonesia yang akan memastikan personil aparat keamanan
yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dapat dimintai
pertanggungjawaban di pengadilan independen atas tindakan mereka
terhadap warga sipil, misalnya melalui reformasi sistem peradilan
militer dan pelarangan penyiksaan sesuai dengan norma-norma PBB ;
“LSM lokal
terus melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh tentara Indonesia
terhadap warga sipil di Papua Barat. Sementara negara-negara anggota Uni
Eropa menjual senjata ke Indonesia, sangat tidak mungkin memonitor
apakah senjata-senjata itu digunakan terhadap warga sipil karena
pembatasan akses ke wilayah ini.” tulis Leonidas Donskis kepada Jubi
dalam surat elektroniknya.
“Eropa juga
ingin memastikan jika senjata yang dijual ke Indonesia oleh
negara-negara anggota Uni Eropa tidak digunakan terhadap warga sipil di
Papua.” tambah Donskis.
Surat kepada
Baroness Catherine Ashton yang ditandatangani oleh anggota Parlemen Uni
Eropa, yang diterima Jubi, Sabtu (29/3) juga menyebutkan beberapa pasal
dalam UU Otsus telah dilanggar. Inisiatif lain dari Jakarta seperti Unit
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dan Draft Otonomi
Plus yang direncanakan sangat tidak partisipatif bagi masyarakat asli.
Akibatnya pendekatan Jakarta terhadap situasi di Papua Barat hanya
mengatasi masalah ekonomi semata. Dana yang disediakan untuk pembangunan
kesehatan dan pendidikan sangat besar namun fasilitas kesehatan dan
pendidikan tidak berfungsi.
“Penyampaian
ekspresi perbedaan pendapat politik atau aspirasi kemerdekaan secara
damai, terus menerus dituntut, aktivis ditangkap, demonstrasi dibubarkan
dan aktivis dijatuhi hukuman sampai 20 tahun penjara. Dalam iklim
konflik dan pelanggaran HAM ini, kami khawatir karena pengamat PBB,
organisasi-organisasi kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional
serta wartawan independen ditolak masuk ke Papua atau menghadapi
pembatasan yang serius untuk masuk atau bekerja di Papua Barat.” tulis
Donskis.
Menurut
Donskis, selama ini Organisasi Hak Asasi Manusia dan gereja terus
melaporkan pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, penangkapan
sewenang-wenang, pembatasan kebebasan berekspresi dan keterbatasan akses
yang sangat serius bagi penduduk asli Papua untuk sektor kesehatan dan
pendidikan.
Seperti
diberitakan oleh media ini (akhir Januari 2014), Parlemen Uni Eropa pada
tanggal 23 Januari 2014 lalu telah mengundang Norman Vos (Interantional
Coalition for Papua), Zelly Ariane (National Papua Solidarity) dan
Victor Mambor (Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura) untuk
menyampaikan situasi dan persoalan terkini di Papua.(Jubi/Benny Mawel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar